top of page

FILM INDONESIA MENCATAT

Sabtu, 17 Maret 2018  |  17:00

Kurasi film panjang untuk program Sejarah adalah Sekarang 9 ini merupakan hasil kolaborasi antara Ifan Ismail --Koordinator Program kineforum, dan Alexander Matius --juru program Kinosaurus. Ifan yang lebih banyak dikenal sebagai penulis naskah film dan Mamat (begitu dia akrab disapa) yang juga sempat menjadi Manajer kineforum dan (masih) ikut mengelola situs Cinema Poetica, tentu punya sudut pandang masing-masing dalam menilik (masing-masing) film. Dan keduanya punya suara imbang dalam menentukan film mana yang diputar di KINEFORUM dan Kinosaurus bulan Maret ini.

​

Menurut mereka, telah ada sekian catatan mengenai film Indonesia dari segi industri, ekonomi, juga politiknya. Namun yang ingin mereka eksplorasi lebih jauh di Bulan Film Nasional kali ini adalah: filmnya sendiri mencatat apa? Apakah perubahan dan pergeseran nilai masyarakat kita terekam dengan baik dalam film-film Indonesia? Untuk itu mereka menyuguhkan film-film pilihannya dengan menempelkan sekian hashtag kepada masing-masing film. Fungsinya adalah menandakan fenomena apa yang mereka tangkap dan ingin ditelaah lebih lanjut dari setiap film, dalam menangkap perubahan dan pergeseran nilai tadi.

​

Dalam diskusi kali ini, jadi bisa juga dianggap sebagai presentasi dari  para juru program. Kami mengajak para penonton untuk menyimak bersama hasil catatan mereka, sekaligus memberikan kesempatan bagi para penonton untuk bertanya, atau bahkan menggugat pilihan mereka tersebut. Sebuah ajakan, agar menonton film tidak hanya sekedar jadi hiburan, tapi juga menjadi bahan refleksi, evaluasi atau minimal, bahan obrolan di kala kumpul bersama kawan dan teman. Ajakan untuk melihat film dari jauh, agar bisa melihat gambaran besar, gambaran masyarakat kita bersama.

​

Pembicara
  1. Alexander Matius (Kinosaurus)

  2. Ifan A. Ismail (kineforum)

​

Penanggap

Katinka van Heeren (Peneliti film Indonesia dan Asia Tenggara)

ALEXANDER MATIUS

Matius menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta. Misi pribadinya adalah membuat program film yang dapat mempengaruhi penontonnya untuk belajar mengenai dan dari film. Pernah menjadi juru program di beberapa event, seperti Sejarah Adalah Sekarang dan Jakarta 32. Juga sempat menjadi manajer Cinema Poetica (2014-2016), dan kineforum (2015-2016). Hari ini, dia menjabat sebagai juru program di Kinosaurus, sebuah sinema-mikro di Kemang, sembari membantu ibunda mengelola toko piranti keras di kawasan Jakarta Pusat, Super Logam.

IFAN ADRIANSYAH ISMAIL

Pertama kali terjun ke dunia film dan televisi sejak 2004 dengan turut menulis naskah acara komedi. Tahun 2010, merambah ke dunia film dan meraih Piala Citra 2013 untuk Skenario Adaptasi Terbaik melalui film Habibie & Ainun (berpartner bersama Gina S. Noer). Juga tergabung dalam situs kajian film, RumahFilm.org, dan tergabung dalam tim Eric Sasono yang melahirkan buku "Menjegal Film Indonesia: Pemetaan Ekonomi Politik Industri Film Indonesia" pada 2011. Kini, sembari tetap melanjutkan menulis skenario, juga menjabat sebagai Koordinator Program kineforum.

KATINKA VAN HEEREN

Katinka van Heeren lahir di Jakarta. Kedekatannya dengan negara ini jugalah yang mungkin menggerakkannya untuk mendalami bahasa dan kebudayaan Indonesia, khususnya budaya Jawa, agama Islam di Indonesia dan media audio-visual kontemporer. Ia adalah salah satu pendiri Association of Southeast Asian Cinemas Conference dan anggota dari Koalisi Seni Indonesia. Mulai 2012, bekerja di TransTV di bagian Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

MANA FILM INDONESIA?

Minggu, 24 Maret 2018  |  17:00

“Bisa didonlod di mana filmnya, min?” Pertanyaan itu menghantui setiap orang yang tahu sulitnya membuat film. Lalu dibalas dengan keluhan betapa rendahnya kesadaran hak cipta, menghargai karya orang lain, maunya enak sendiri, dan lain-lain. Tapi dari sudut pandang publik, ada benarnya sekian persen. Terutama untuk mahakarya dan film Indonesia lama, publik umum nyaris tidak punya akses ke sana, kecuali melalui cara-cara yang dipertanyakan legalitasnya.

​

Sedikit banyak, film mencatat fenomena atau semangat pada jamannya. Sesuai dengan semangat program bulan ini, kami merasa bahwa publik berhak mendapatkan akses untuk menikmati dan mengapresiasi film-film itu dengan berbagai tujuan. Sementara itu, kalangan pegiat film yang  berkutat dengan upaya pelestarian film pun ikut bergulat dengan aspek legalnya: kepemilikan, hak distribusi, hak tayang dan sebagainya masih menjadi benang kusut yang belum terurai. Di ujung benang kusut itu, ada publik yang terputus kesempatannya untuk ikut memberi apresiasi. Mengingat pentingnya apresiasi publik terhadap sebuah karya —bahkan atau terutama untuk mahakarya lawas— tidakkah sudah saatnya untuk memandang segala proses pelestarian kekayaan intelektual ini dari sudut pandang publik, yang seharusnya menjadi salah satu pihak yang paling berhak memberikan suaranya terhadap karya bangsa.

​

Ikuti diskusi ini untuk mengintip sisik melik akses publik terhadap film Indonesia, dan apa yang bisa kita —publik, lakukan untuk mendukungnya.

​

Pembicara
  1. Dellawati Wijaya (HOOQ)

  2. Kiki Muchtar (Yayasan Pusat Film Indonesia)

  3. Lisabona Rahman (Pelaku Arsip Film)

​

Moderator

Ifan A. Ismail (Koordinator Program kineforum)

DELLAWATI WIJAYA

Dellawati mulai menjabat sebagai Head of Content di HOOQ (sebuah joint venture antara Sony Pictures Television, Warner Bros dan Singtel) sejak Mei 2015. Ia bertanggungjawab atas keseluruhan akuisisi konten, inisiatif co-produksi dan inisiatif kemitraan strategis. Sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Direktur Viki, Inc. dan mengelola pengembangan bisnis dan kemitraan dalam lingkup wilayah Asia Tenggara.

KIKI MUCHTAR

Minat Kiki Muchtar terhadap film mendorongnya untuk ikut mendirikan Minikino, sebuah organisasi yang mempromosikan film pendek. Lewat pengalamannya sebagai programmer Minikino, sejak 2004 Kiki mulai bekerja di berbagai bidang dalam dunia film. Saat ini Kiki menjadipengelola sebuah fasilitas pengarsipan film di Jakarta di bawah naungan Yayasan Pusat Film Indonesia.

LISABONA RAHMAN

Mulai membuat program film klasik di kineforum DKJ antara 2006-2011. Pada tahun 2008 ia bergabung sebagai ko-editor situs www.filmindonesia.or.id, basis data film Indonesia yang didirikan kritikus film JB Kristanto. Antara tahun 2011-2016, ia menempuh studi pelestarian film di Universitas Amsterdam (Belanda) dan menimba pengalaman praktis di L’immagine ritrovata Bologna (Italia). Dalam kesempatan itu ia menjadi anggota tim restorasi karya berbagai sutradara, di antaranya Usmar Ismail, Sergei Parajanov, Abel Gance, John Woo dan Dario Argento. Saat ini ia bekerja sebagai pelaku arsip film dan konsultan restorasi mandiri di Jakarta.

IFAN ADRIANSYAH ISMAIL

Pertama kali terjun ke dunia film dan televisi sejak 2004 dengan turut menulis naskah acara komedi. Tahun 2010, merambah ke dunia film dan meraih Piala Citra 2013 untuk Skenario Adaptasi Terbaik melalui film Habibie & Ainun (berpartner bersama Gina S. Noer). Juga tergabung dalam situs kajian film, RumahFilm.org, dan tergabung dalam tim Eric Sasono yang melahirkan buku "Menjegal Film Indonesia: Pemetaan Ekonomi Politik Industri Film Indonesia" pada 2011. Kini, sembari tetap melanjutkan menulis skenario, juga menjabat sebagai Koordinator Program kineforum.

bottom of page