
Sabtu, 22 Oktober 2022 | 16:15 | Studio Asrul Sani
Minggu, 23 Oktober 2022 | 16:15 | Studio Sjuman Djaya
GRATIS
Lokasi:
Taman Ismail Marzuki
Gd. Trisno Soemardjo, Lantai 4
Jalan Cikini Raya no. 73, Menteng, Jakarta Pusat
Penayangan film “Lagu untuk Anakku” akan diikuti dengan kegiatan berbagi, baik dengan ibu-ibu paduan suara Dialita maupun dengan tim distribusi dampaknya. Keterangan selengkapnya bisa dibaca di bawah.
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah salah satu partai politik terbesar di Indonesia pada era 1960-an. Tahun 1965, partai ini dituduh melakukan makar dengan membunuh tujuh jenderal Angkatan Darat. Selepas insiden tersebut, jutaan anggota partai, para simpatisan dan siapa saja yang diduga berafiliasi dengan PKI dibunuh, dipenjara—dengan atau tanpa pengadilan, atau dikirim ke kamp konsentrasi. Sampai hari ini, pemerintah Indonesia belum mengakui ketidakadilan yang terjadi selama masa suram itu.
Hampir 50 tahun kemudian, sekelompok perempuan penyintas dan beberapa anggota keluarganya membentuk kelompok paduan suara yang disebut "Dialita" (singkatan dari “di atas lima puluh tahun”). Mereka menyanyikan lagu-lagu yang sempat dibungkam—termasuk di dalamnya adalah lagu-lagu yang ditulis di penjara, dan lagu-lagu yang dianggap menyuarakan pesan komunis. Menyanyikan lagu-lagu ini adalah cara mereka untuk melakukan rekonsiliasi budaya.
LAGU UNTUK ANAKKU adalah sebuah dokumenter panjang, karya Shalahuddin Siregar, yang mengikuti kisah dan kegiatan kelompok paduan suara Dialita selama 3 tahun. Dalam periode waktu ini, mereka berkolaborasi dengan para musisi muda dalam merekam album musik dan mengadakan konser. Mereka juga sesekali melakukan perjalanan, untuk bertemu dan berbagi kisah dengan para pemuda Indonesia saat ini. Bagi Dialita, bernyanyi bukan hanya cara mereka untuk menyampaikan kisah kelam, tapi juga sebuah upaya untuk berdamai dengan masa lalu. Bukan untuk melupakan, tapi untuk tidak terpuruk dalam trauma, untuk hidup lebih sehat.
Sutradara Shalahuddin Siregar | Negara Indonesia | Jenis Dokumenter | Tahun 2019 | Durasi 99 menit | Bahasa Indonesia | Takarir Bahasa Indonesia | Format Digital | Klasifikasi Usia 12+
Penayangan film di hari Sabtu, 22 Oktober 2022 akan diikuti dengan sesi berbagi bersama Kania Mamonto dan Mazda Radita yang mengelola jalur distribusi dampak film “Lagu untuk Anakku”.
Dipandu oleh BesiBerani.
Penayangan film di hari Minggu, 23 Oktober 2022 akan diikuti dengan kegiatan “Gambar Rasa”—sebuah sesi berbagi cerita dan rasa bersama ibu-ibu Dialita.
Dipandu oleh tim distribusi dampak film “Lagu untuk Anakku” (In-Docs).
Kania Mamonto // Koordinator Distribusi Impact, In-Docs

Kania bergabung dengan In-Docs sejak November 2021 sebagai Outreach Specialist. Sebagai lulusan Fakultas Hubungan Internasional, Universitas Katolik Parahyangan, ia punya atensi khusus terhadap pendidikan hak asasi manusia. Relasi dan jejaringnya terbentuk dari keterlibatannya dalam kerja-kerja program organisasi masyarakat sipil seperti Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Asia Justice and Rights (AJAR).
Sambil tetap aktif mengelola komunitas dan mendokumentasikan narasi dari para korban pelanggaran HAM, posisinya di In-Docs memberikannya kesempatan untuk mengembangkan pendidikan HAM lewat film dokumenter.
Mazda Radita // Koordinator Distribusi Impact, In-Docs

Mazda memulai perjalanannya seputar ekshibisi film pada 2012, saat ia bergabung di kepengurusan Festival Film Solo. Penempaan keterampilannya berlanjut saat membangun dan mengelola program ekshibisi di Sinemain Solo. Selain itu, ia juga terlibat sebagai juru program di beberapa aktivitas ekshibisi film bersama Kine Klub FISIP UNS, Kwitang14, dan Festival Film Merdeka. Mazda mulai terpapar dengan pendekatan fasilitasi saat menginisiasi Forum Film Anak pada 2018.
Pengalaman tersebut menjadi landasan pengalamannya dalam mengelola dan mengembangkan impact campaign film “Lagu untuk Anakku” bersama Kania Mamonto dan tim In-Docs saat ini.
Paduan Suara DIALITA

Paduan suara ini dibentuk oleh sekelompok perempuan penyintas tahanan politik 1965 dan keluarganya yang tergabung di dalam Komunitas Peduli Ibu dan Anak (KPIA). Nama “Dialita” merupakan akronim dari “di atas lima puluh tahun”—usia para anggota kelompok vokal ini. Kegiatan Paduan Suara Dialita dimulai dengan maksud untuk menggalang dana bagi sesama penyintas 1965 usia lanjut yang memerlukan bantuan. Di masa-masa awal kegiatan, mereka masih menyanyikan lagu-lagu nasional atau lagu-lagu yang populer di telinga publik. Kini, mereka lebih sering menyanyikan lagu-lagu yang dibungkam dan dilupakan pada masa Orde Baru. Bukan hanya lagu-lagu yang dilarang karena dianggap menyuarakan pesan komunis, tapi juga lagu-lagu yang ditulis para tahanan politik selama di penjara, yang memang tidak pernah sempat dikenalkan ke publik. Bagi para penyintas dan keluarganya, Paduan Suara Dialita adalah sebuah ruang pertemuan dengan kawan senasib yang memiliki latar belakang sejarah yang sama. Lewat berkumpul bersama “Keluarga dalam Sejarah” ini, tak ada keraguan dan rasa takut untuk menceritakan latar belakang keluarga dan masa lalu yang dihadapi. Paduan suara ini bertransformasi menjadi tempat pemulihan diri dari trauma.
Shalahuddin Siregar // Sutradara

Shalahuddin Siregar belajar membuat film secara mandiri dengan menonton film dan mengikuti pelatihan membuat film berskala internasional, seperti Berlinale Talents di Berlin, Talents Tokyo, dan IDFA Academy di Amsterdam. Film dokumenter panjang pertamanya “Negeri di Bawah
Kabut” telah diputar di berbagai festival film internasional. Film yang sudah tersedia bebas di kanal Youtube (Negeri Films) ini, mendapatkan nominasi Film Dokumenter Panjang Terbaik di Asia Pacific Screen Awards 2012 dan memenangkan beberapa penghargaan seperti Special Jury Prize Dubai International Film Festival 2011.
Tahun 2019, ia merilis dua film dokumenter panjang. “Lagu untuk Anakku” diputar perdana di DMZ International Documentary Film Festival di Korea Selatan; sedangkan “Pesantren” diputar perdana di International Documentary Film Festival Amsterdam, sebuah ajang festival film dokumenter terbesar di dunia. Kedua film ini juga didistribusikan melalui jalur distribusi dampak. Distribusi dampak film “Lagu untuk Anakku” dikelola oleh In-Docs, sedangkan film “Pesantren” dipercayakan kepada BesiBerani.